Muson Barat di Kepulauan Selayar dan Berkah dari Cuaca yang Tak Menentu

Ahmad Riadi
Aktivitas warga mengumpulkan plastik bekas saat fase muson Barat di Kepulauan Selayar. (Foto: Istimewa)
Aktivitas warga mengumpulkan plastik bekas saat fase muson Barat di Kepulauan Selayar. (Foto: Istimewa)

SELAYAR, Quarta.id- Fase muson barat di Kepulauan Selayar umumnya berlangsung dari September hingga April. Sumber resmi dari BMKG menyebut, puncak muson barat berlangsung dari Desember hingga Februari.

Pada rentang waktu tersebut, angin bertiup dari arah Barat disertai gelombang laut yang tingginya bisa mencapai 2,5 hingga 3 meter.

Muson barat menjadi momok bagi sebagian besar warga Kepulauan Selayar. Betapa tidak, angin yang bertiup kencang dan ketinggian gelombang laut yang mencapai puncaknya pada fase ini, menjadikan aktivitas pelayaran dan rutinitas melaut bagi nelayan, praktis terganggu.

BACA JUGA: Sukacita Perayaan Kemerdekaan dan Ironi Indonesia di Kampung Lengu

Laudin (42), warga Kecamatan Bontosikuyu yang berprofesi sebagai nelayan penangkap gurita, menyebut muson barat sebagai “masa liburan” dirinya dan para penagkap hewan gurita yang beroperasi di pesisir Barat Pulau Selayar.

“Bisa saja berpindah ke pesisir Timur tetapi biaya bahan bakar (operasional) juga meningkat,” ucapnya kepada Quarta.id, Sabtu (28/12/2024).

Laudin, hanyalah satu diantara sekian banyak warga Kepulauan Selayar yang menggantungkan hidupnya dari aktivitas melaut dan saat datangnya muson barat, terpaksa mengalihkan rutinitasnya pada profesi lain.

BACA JUGA: (OPINI) BMKG, Penjaga Langit Nusantara untuk Keselamatan Penerbangan

Beruntunglah, di tengah masa sulit pada saat muson barat, hadir secercah harapan dari sampah mengapung yang menjadi fenomena umum di Kepulauan Selayar, antara bulan November dan April.

Plastik, limbah kayu, batu apung dan beberapa benda lain yang terbawa arus dan gelombang laut saat muson Barat, menjadi material bernilai ekonomi yang setidaknya menjadi penopang saat konidisi ekonomi para nelayan dalam posisi sulit.

“Harga plastik (jenis polietilena (PE) atau polipropilena (PP)) berkisar 1.700 hingga 2000 rupiah,” ujar Saharuddin (45) pengepul yang menerima plastik jenis tertentu dan mengakuk “panen” pada saat muson Barat.

BACA JUGA: Lakukan Penelitian di Kepulauan Selayar, Akademisi Ini Ingatkan Bahaya Mikroplastik

“Saat seperti sekarang (muson Barat), suplai dari warga yang mengumpulkan plastik meningkat dua sampai tiga kali lipat,” ujarnya.

Adapun limbah kayu dengan berbagai ukuran, dibanderol dengan harga Rp750.000 oleh para pengepul per satu truk jenis engkel.

“untuk satu truk, saya bisa mengumpulkan antara dua sampai tiga hari,” ungkap Nawir (58), warga Dusun Sariahang, Desa Bungaia yang pada muson barat, menjadikan aktivitas mengumpulkan limbah kayu sebagai profesi dadakan.

BACA JUGA: Kampung Pandai Besi Tajuiya: Riuh Besi Beradu yang Tak Seramai Dulu Lagi

Ada pula batu apung yang oleh para pengepul dibeli dengan harga lima ribu rupiah per kilogram. Batu apung juga banyak ditemui terdampar pada sepanjang pesisir Kepulauan Selayar, terutama pada muson Barat.

Begitulah, pada setiap kondisi, selalu ada seribu satu kemungkinan untuk menjadi pilihan kita, memperoleh rezeki dari Sanga Maha Pemberi.

Seperti masyarakat Kepulauan Selayar yang dituntut untuk tetap survive dalam konidisi tak menentu saat datangnya muson barat.

Ikuti Kami :
Posted in

BERITA LAINNYA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WhatsApp-Image-2024-01-11-at-07.35.08