SELAYAR, Quarta.id- Yayasan Alam Indonesia Lestari (LINI), sebuah organisasi yang fokus pada isu konservasi, mendorong kebijakan tata kelola sampah pada kawasan pesisir di Kepulauan Selayar.
Dorongan tersebut didasarkan pada kondisi hampir seluruh kawasan pesisir di Kepulauan Selayar yang dicemari oleh sampah, terutama sampah plastik.
Gagasan ini mengemukan pada dialog yang digelar Yayasan LINI bersama Gerakan Selayar Bebas Sampah Plastik (SBSP) yang sejauh ini aktif melakukan kampanye dan advokasi kebijakan persampahan di Kepulauan Selayar.
BACA JUGA: Akademi Bijak Plastik: Cara Komunitas Lingkungan di Selayar Perkenalkan Gaya Hidup Berkelanjutan
Dialog mengangkat tema “Polusi Sampah Plastik dan Masa Depan Masyarakat Pesisir”, menghadirkan perangkat desa dan perwakilan komunitas perempuan sebagai partisipan.
Pada acara yang berlangsung di Desa Kahu-kahu, Kecamatan Bontoharu, Selasa (15/4/2025), Porgram Leader SBSP, Ahmad Riyadi mengemukakan fakta belum terbangunnya tata kelola sampah pada hampir seluruh kawasan pesisir di Kepulauan Selayar.
“Belum adanya pengelolaan sampah berbasis desa, berujung pada resiko tercemarnya ekosistem akibat perilaku membuang sampah ke pantai atau langsung ke dalam laut,” ucap Riyadi di depan peserta.
BACA JUGA: Hari Bumi 2024: Yuk, Kenal Lebih Dekat dengan Gerakan Selayar Bebas Sampah Plastik!
Ahmad Riyadi juga menyampaikan daya rusak polusi sampah plastik, yang tidak hanya berimbas pada tumbuh kembang karang dan lamun sebagaii komponen penting pada ekosistem, tetapi juga munculnya partikel mikroplastik.
“Mikroplastik tidak saja berkaitan dengan ekosistem, namun juga kesehatan masyarakat akibat kontaminasi pada biota yang menjadi sumber makanan,” lajutnya.
Sementara itu, Koordinator Program LINI di Kepulauan Selayar, Andi Anugrah Putra menyampaikan terancamnya sumber penghidupan utama masyarakat pesisir akibat ancaman polusi sampah plastik.
“Habitat gurita yang sejauh ini menjadi fokus Yayasan LINI, menjadi salah satu habitat yang berpeluang memperoleh dampak buruk akibat meningkatnya intensitas polusi sampah plastik,” ucap Putra.
Yayasan LINI yang berbasis di Bali, bersama SBSP sama-sama berharap hadirnya kebijakan, baik regulasi maupun sistem pengelolaan sampah berbasis desa untuk meminimalkan eskalasi polusi sampah plastik.
Polusi sampah plastik disebut menjadi ancaman serius bagi masa depan masyarakat pesisir, dimana kalangan marjinal seperti nelayan dan masyarakat desa akan menjadi pihak yang paling terdampak.
Ecobrick Sebagai Salah Satu Solusi Penanganan Sampah Kawasan Pesisir
Selain dialog, Kolaborasi Yayasan LINI bersama SBSP, juga menghadirkan simulasi daur ulang sampah plastik melalui ecobrick.
Ecobrick sendiri adalah botol yang diisi dengan sampah jenis plastik hingga padat untuk kemudian dimanfaatkan sebagai produk pengganti bata.
Pada acara yang berlangsung di Kantor Desa Kahu-kahu tersebut, peserta memperoleh pengenalan pembuatan ecobrick, termasuk alat, bahan dan bagaimana pemanfaatan ecobrick menjadi produk upcycle.
Ecobrick dianggap sebagai alternatif solusi untuk mengatasi persoalan sampah, terutama sampah plastik pada wilayah pesisir.