SELAYAR, Quarta.id- Syahrir (42) sedang sibuk memisahkan sabut kelapa dari dari batoknya menggunakan linggis yang tertanam ke dalam tanah.
Buah kelapa ditancapkan pada ujung linggis hingga ke bagian tempurung. Buah kelapa kemudian didorong ke arah bawah sampai sabut terkelupas.
Cara ini lazim digunakan oleh petani kopra di Kepulauan Selayar dan pada banyak tempat di Indonesia.
BACA JUGA: Mulai Dilirik Warga Selayar, Ini Potensi Cuan dari Bunga Telang
Siang itu, Minggu (9/3/2025), Syahrir bersama dua orang rekannya baru kembali bisa beraktivitas setelah vakum selama dua hari.
Berhentinya operasional pembuatan kopra oleh warga Kelurahan Bontobangun, Kecamatan Bontoharu di Kepulauan Selayar ini, akibat keterlambatan pasokan buah kelapa dari beberapa desa.
“Sudah tiga bulan kelapa susah diperoleh dari para petani,” ungkap Syahrir.
BACA JUGA: Praktek Cerdas Dua Desa di Kepulauan Selayar Lestarikan Populasi Gurita
Harga kopra yang saat ini meneyentuh level Rp16.000 per kg disebut menjadi salah satu faktor kembali bergeliatnya produksi kopra di Selayar. Sayangnya, pasokan kelapa cenderung berkurang.
Permintaan kelapa yang dijual langsung per biji juga menjadi penyebab kelangkaan pasokan kelapa untuk industri kopra.
“Banyak permintaan kelapa yang langsung dijual per biji dan telah dikupas untuk kebutuhan ekspor,” ucap Muh Yusran, pengusaha kopra asal Desa Tanete kepada Quarta.id, Jumat(7/3/2025).
BACA JUGA: Mahasiswa Vokasi Unhas Selayar Bina Nelayan Dusun Subur dengan Alat Pengering Ikan Berbasis IoT
Langkanya buah kelapa menyebabkan harga di pasar tradisional ikut melambung. Marni (22) yang ditemui di Pasar Tradisional Bonea menyampaikan harga kelapa per bijinya dari 7 ribu hingga 8 ribu rupiah.
“Lagi mahal juga dari yang bawa kesini (pedagang),” ucapnya.
Namun, yang lebih mengkhawatirkan justru pengaruh kondisi alam yang ditengarai menjadi bagian dari perubahan iklim.
BACA JUGA: Perubahan Iklim Bisa Membuat Kopi Tak Lagi Senikmat Dulu
Muh, Kasim (48), pemilik kebun kelapa di Desa Maharayya menyebut faktor cuaca seperti kemarau berkepanjangan menjadi penyebab siklus berbuah kelapa miliknya menjadi terganggu.
“Kemarau panjang jadi salah satu penyebabnya (musim berbuah terlambat),” ucap Kasim kepada Quarta.id.
UMKM Ikut Menjerit Akibat Kelangkaan Buah Kelapa
Sektor UMKM juga mendapatkan imbas dari langkanya pasokan buah kelapa di Selayar. Patta (45), pengusaha makanan jadi dan sekaligus kelapa parut, mengeluhkan berkurangnya stok kelapa di pasaran.
“Kalaupun ada, jarang dan harganya melambung. Untuk usaha makanan, sangat berpengaruh ke keuntungan,” ucapnya kepada Quarta.id.
Andi Muliyanti, pelaku UMKM dengan produk kudapan, mengaku shock harga kelapa melambung tinggi di pasar tradisional.
“Heran saja, Selayar dengan pohon kelapa berjejer sepanjang pulau, mengalami kelangkaan buah kelapa seperti sekarang,” tulisnya pada sosial media.
Christiaan G Heersink, dalam bukunya The Green Gold Of Selayar, menyematkan label “Emas Hijau” pada kelapa di Kepulauan Selayar yang keberadaanya telah mengakar secara sosial dan ekonomi.
Berabad-abad, kelapa di Kepulauan Selayar menjadi pilar peradaban masyarakat Bumi Tanadoang.
Semoga langkanya pasokan kelapa, semata-mata karena faktor bergesernya pola distribusi dan rantai ekonomi yang melibatkan kelapa di dalamnya.