SELAYAR, Quarta.id- Bumi Tanadoang, julukan Kepulauan Selayar tak hanya kaya akan keindahan alam, terutama bahari.
Daerah dengan 130 pulau ini, juga memilki tradisi dan kearifan lokal yang beberapa diantaranya masih lestari hingga kini.
Didek adalah satu tradisi masyarakat Selayar yang masih eksis , meskipun frekuensi kemunculannya tentu tak seperti pada awal kehadirannya.
BACA JUGA: Masjid Tua Lalang Bata: Jejak Sejarah Masuknya Islam di Kepulauan Selayar
Didek, pada laman kebudayaan.kemendikbud.go.id dijelaskan sebagai tradisi lisan milik masyarakat Selayar yang biasa dipertunjukkan pada upacara pesta panen dan upacara-upacara tetentu yang biasa dilakukan oleh pihak Kerajaan.
Dari segi klimatoogis dide adalah kosa kata bahasa Makassar dialek Selayar yang dalam Bahasa Indonesia berarti kegembiraan; ungkapan rasa gembira, rasa senang dan rasa bahagia karena memperoleh sesuatu.
Sumber yang sama menyebut didek memiliki kemiripan dengan pantun akan tetapi tidak mengikuti kaidah pantun.
BACA JUGA: Napak Tilas Peradaban Kepulauan Selayar pada Ajang Muhibah Budaya Jalur Rempah 2023
Daeng Habik (89), salah satu pelantun didek di Kecamatan Bontomatene menyebut tradisi menampilkan lagu didek pada era dirinya masih remaja, dilakukan saat hajatan, sehabis panen, hingga acara syukuran.
“(pertunjukan didek) bisa kapan saja, kadang-kadang sehabis panen jagung, atau acara keramaian lain,” ucap Daeng Habik keapda Quarta.id di kediamannya di Desa Bungaiya, Jumat (13/6/2025).