Harum Jeruk Selayar dan Manisnya Peluang Agrowisata

Ahmad Riadi
Tanaman jeruk keprok saat sedang berbuah. Jeruk keprok sebagai salah satu ikon Kepulauan Selayar dinilai memiliki peluang dikembangkan dalam konsp agrowisata. (Foto: Istimewa)
Tanaman jeruk keprok saat sedang berbuah. Jeruk keprok sebagai salah satu ikon Kepulauan Selayar dinilai memiliki peluang dikembangkan dalam konsp agrowisata. (Foto: Istimewa)

SELAYAR, Quarta.id- Kepulauan Selayar tidak hanya dikenal dengan keindahan alamnya. Oleh banyak kalangan, Bumi Tanadoang, julukan Kepulauan Selayar diidentikkan pula dengan jeruk keprok khas Selayar yang oleh penduduk lokal disebut munte china.

Tidak jelas asal muasal jeruk keprok yang banyak tumbuh pada wilayah Kecamatan Bontomatene ini sampai memperoleh sebutan munte china. Munte sendiri adalah bahasa Selayar dari buah jeruk itu sendiri.

Bulan Juni hingga September adalah momen dimana jeruk keprok Selayar sedang musim berbuah.

BACA JUGA: Tidak Hanya Bahari, Ini Sederet Spot Wisata Perbukitan di Kepulauan Selayar

Tidak salah jika pada rentang waktu itu, di berbagai tempat, terutama pada pasar tradisional dan ruas-ruas jalan di Selayar akan sering ditemui pedagan yang menjajakan jeruk yang terkenal dengan cita rasa dan teksturnya yang khas itu.

“Setiap musim berbuah, saya selalu berusaha memperoleh jeruk Selayar dari keluarga yang masih bermukim di kampung halaman. karena rasa dan teksturnya yang memang berbeda dengan jeruk jenis lain yang terjual di minimarket ” ujar Ryan Rayhana (37 tahun), warga Selayar yang telah bermukim di Makassar.

Syainal Asri ( 42 tahun), warga Makassar yang juga asli keturunan Selayar menyebut, ole-ole jeruk Selayar menjadi hal yang ditunggu dari kerabatnya yang bertandang ke Makassar setiap musim berbuah jeruk Selayar tiba.

BACA JUGA: Menyusuri Eksotisme Pantai Pinang di Kepulauan Selayar

“Harum jeruk Selayar itu khas, gak ada satupun jenis jeruk yang sama dapat menyamainya,” ucap Syainal kepada Quarta.id, Kamis (25/7/2024).

Peluang Agrowisata dari Kebun Jeruk Selayar

Salah satu fenomena yang muncul pada saat musim berbuah jeruk Selayar tiba adalah aktivitas berkunjung langsung ke kebun jeruk dan memetik sendiri buah jeruk yang telah matang.

“Kalau datang langsung, rasanya ada kenikmatan tersendiri, memetik, mengupas dan memakannya langsung di kebun, beda saja nuansanya,” sebut Irmayani, warga Selayar melalui akun sosial media miliknya.

AKtivitas berkunjung ke kebun jeruk yang memang masih dilakoni oleh warga lokal, justru dilihat sebagai peluang besar mengembangkan agrowisata kebun jeruk oleh penggiat NGO dan tenaga pendamping desa, Nur Sakinah.

BACA JUGA: Selayar Green Festival Dorong Anak Muda Lebih Peduli Lingkungan

Perempuan yang aktif pada organisasi Komunitas Sileya Peduli itu, menyebut keberadaan jeruk Selayar sebagai komoditas yang khas, semestinya dapat dikembangkan menjadi potensi wisata agro dengan strategi pengembangan yang teritegrasi.

“Di desa kan ada Bumdes (Badan Usaha Milik Desa, red). Bisa saja pengembangan agrowisata bisa jadi salah satu fokus, terutama di wilayah yang memang dikenal dengan jumlah perkebunan jeruk yang signifikan,” ujar Sakinah kepada Quarta.id, Kamis (25/7/2024).

“Mungkin musim berbuah jeruk Selayar tidak sepanjang tahun, namun diluar musim berbuah, kebun jeruk dapat berfungsi sebagai sarana rekreasi, pendidikan dan penyadaran dengan menyiapkan fasilitas yang memungkinkan perkebunan dapat dikunjungi untuk kepentingan tersebut,” lanjut Sakinah.

BACA JUGA: Kehadiran Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Terus Didorong, Seperti Ini Fungsinya

Sakinah juga menilai, pemberdayaan ekonomi lokal dapat didorong melalui agrowisata jeruk Selayar melalui penyediaan akomodasi, warung makan, hingga penjualan produk pertanian dan kerajinan tangan.

Laman Universitas Medan Area (UMA),uma.ac.id juga menyebut fungsi agrowisata sebagai bagian dari visi pariwisata berkelanjutan.

“Hal ini sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) yang dicanangkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa,” tulis laman itu pada 5 Juli 2024 lalu.

Namun menurut artikel tersbut, sejumlah tantangan menjadi pertimbangan dalam pengembangan objek wisata pertanian. Tantangan itu diantaranya infrastruktur pendukung, pemasaran dan SDM yang kompeten.

Ikuti Kami :
Posted in

BERITA LAINNYA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WhatsApp-Image-2024-01-11-at-07.35.08