SELAYAR, Quarta.id- Tanggal 27 September setiap tahunnya, diperingati sebagai Hari Pariwisata Dunia (World Tourism Day). Tahun ini, Hari Pariwisata Dunia mengangkat tema “Tourism and Peace”
Website unwto.org menyebut, tema Tourism and Peace merujuk pada spirit pariwisata untuk menyatukan seluruh masyarakat dunia.
“Pada Hari Pariwisata Sedunia ini, kita merenungkan hubungan mendalam antara pariwisata dan perdamaian,” tulis laman itu pada Jum’at (27/9/2024).
BACA JUGA: Perubahan Iklim Bisa Membuat Kopi Tak Lagi Senikmat Dulu
Pariwisata berkelanjutan disebut dapat mengubah masyarakat, menciptakan lapangan kerja, mendorong inklusivitas, dan memperkuat ekonomi lokal.
“Dengan menghargai dan melestarikan warisan budaya dan alam, hal ini dapat membantu mengurangi ketegangan dan memelihara hidup berdampingan secara damai,” lanjut narasi pada website PBB urusan pariwisata tersebut.
Di Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan, Hari Pariwisata Dunia diperingati oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kepulauan Selayar dengan melakukan aksi bersih pantai dan pelepasan tukik pada objek wisata konservasi Kampung Penyu di Desa Mekar Indah, sekitar 12 km arah utara Kota Benteng, Ibu Kota Kepulauan Selayar.
BACA JUGA: Kota Benteng Dipasangi Peta Evakuasi Tsunami, BMKG: Peluang Tsunami Ada, Harus Tetap Waspada!
Objek wisata berbasis pemberdayaan masyarakat ini, awalnya berada di Desa Barugaia, Kecamatan Bontomanai.
Abrasi dan ancaman gelombang laut, memaksa pengelola merelokasi objek wisata tersebut bergeser sekitar 800 meter dari tempat sebelumnya.
Di Kepulauan Selayar, Kampung Penyu hanyalah sebagian kecil dan contoh kasus betapa abrasi menjadi bukti nyata dari fenomena naiknya permukaan air laut dan yang menggerus luas wilayah darat.
BACA JUGA: Selayar Green Festival Dorong Anak Muda Lebih Peduli Lingkungan
Laman Lembaga Badan Informasi Geospasial (BIG), big.go.id menyebutkan, kenaikan muka air laut merupakan salah satu akibat yang disebabkan oleh pemanasan global. Pemanasan global mempercepat cairnya gletser di permukaan bumi yang menyebabkan kenaikan muka air laut.
Kenaikan muka air laut menyebabkan pesisir dan pulau-pulau kecil yang elevasinya relatif rendah terhadap muka air laut secara perlahan akan terendam.
Komunitas Sileya Peduli, salah satu NGO (Non-Government Organization) di Kepulauan Selayar mencatat, hampir seluruh kecamatan di wilayah Pulau Selayar (pulau terbesar dalam wilayah administratif Kabupaten Kepulauan Selayar) mengalami degradasi wilayah darat akibat abrasi.
BACA JUGA: BMKG Goes to School di Kepulauan Selayar, Bangun Kesadaran Bencana Berbasis Sekolah
“Kami tidak memiliki catatan valid, namun bukti kasat mata dapat kita lihat pada ratusan titik, dimana air laut sudah menyentuh bahu jalan pada areal pesisir di sebelah Barat Pulau Selayar,” ungkap Sakinah Nur, Founder Komunitas Sileya Peduli.
“Ambil contoh di Kampung Sumingi yang berjarak hanya 50 meter dari Kampung Penyu sebagai salah satu objek wisata konservasi, sisi jalan sebelah barat malah sudah rusak akibat abrasi,” tambah Sakinah.
Kampung Penyu dan wilayah Kepulauan Selayar dengan 130 pulau memberi bukti nyata dari penelitian dari Ahli glasiologi dan koordinator utama AS dalam International Thwaites Glecier Collaboration (ITGC), Ted Scambors tentang kerusakan gletser Thwaites.
BACA JUGA: Cuaca Terik Sebabkan Gangguan Mental ? ini Penjelasannya
Gletser Thwaites merupakan salah satu gletser yang terbesar di dunia. Terletak di sebelah barat Antartika, gletser ini dijuluki “doomsday gletser” atau gletser kiamat.
Penamaan itu untuk menunjukkan bahwa lapisan es seluas dua kali pulau Jawa ini ukuran paling sederhana menunjukkan kerusakan masif di bumi.
Dimuat pada website forestdigest.com, Teds mengatakan gletser ini sedang dalam bahaya mengalami keruntuhan.
“Kondisi ini hanya bisa bertahan beberapa tahun lagi mengingat air laut yang memanas, sehingga mencairkan gletser dari bawahnya,” katanya.
BACA JUGA: Kampanyekan Plastic Free July, Komunitas SBSP Gelar Coastal Celan Up dan Trip Bijak Plastik
Menurut Ted, jika gletser ini runtuh dan mencair, membuat 50 miliar ton es akan menghilang. Akibatnya, volume air laut bertambah sehingga menaikkan tinggi muka airnya menjadi 65 sentimeter.
Penambahan muka air laut merupakan bencana pesisir. Wilayah-wilayah permukiman yang 0 meter dari permukaan laut akan tenggelam akibat rob.
Ditengah semua fakta yang ada, lalu masih bisakah kita berharap pada pariwisata dimana sebagian besar menjadikan wilayah pesisir sebagai salah satu “produk jualan” ?