SELAYAR, Quarta.id- Penyidik Kejaksaan Negeri Kepulauan Selayar secara resmi menetapkan satu orang tersangka dalam perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi terkait Dana Desa (DDS) dan Alokasi Dana Desa (ADD.).
Oknum tersebut adalah Kepala Desa Bonea, Kecamatan Pasimarannu, Kabupaten Kepulauan Selayar Tahun Anggaran 2022 sampai dengan 2023.
Akun resmi Kejaksaan Negeri Selayar di instagram @kejari_kepulauan_selayar, menyebut kerugian negara sebesar Rp. 357.722.613,32 (Tiga Ratus Lima Puluh Tujuh Juta Tujuh Ratus Dua Puluh Dua Ribu Enam Ratus Tiga Belas Rupiah Tiga Puluh Dua Sen) akibat perbuatan pelaku.
Lembaga Indonesia Corruption Watch (ICW) pada tahun 2023 lalu, merilis sejumlah celah yang kerap dimanfaatkan oknum pemerintah desa terkait praktik korupsi dana desa.
Ditulis pada laman aclc.kpk.go.id, terdapat lima titik celah menurut ICW yang biasa dimanfaatkan aparat desa untuk menggelapkan dana desa.
Yang pertama adalah proses perencanaan, kemudian proses perencanaan pelaksanaan (nepotisme dan tidak transparan), ketiga, proses pengadaan barang dan jasa dalam konteks penyaluran dan pengelolaan dana desa (mark up, fiktif, dan tidak transparan).
BACA JUGA: Bangun Kesadaran Hukum Sejak Dini, Kejari Kepulauan Selayar Gelar Program “Jaksa Masuk Sekolah”
Berikutnya adalah proses pertanggungjawaban (fiktif), dan terakhir, proses monitoring dan evaluasi (formalitas, administratif, dan telat deteksi korupsi).
Sementara itu, modus operandi desa dan perangkatnya dalam kasus-kasus penggelapan dana desa diantaranya adalah mark up atau penggelembungan dana.
“Modus satu ini biasanya terjadi pada pengadaan barang dan jasa. ICW menyebutkan, sejak 2015-2017 terdapat 14 kasus korupsi dana desa melalui modus ini,” tulis laman aclc.kpk.go.id.
BACA JUGA: Program Makan Bergizi Gratis di Kepulauan Selayar dan Peluang untuk BUMDes
ICW juga mengungkap sejumlah kasus dimana dana desa digunakan untuk kepentingan pribadi kepala desa.
Modus lainnya adalah proyek fiktif. Modus satu ini cukup populer, tidak hanya terjadi di desa, tapi di banyak sektor masih sering ditemui.
“Oknum aparat pemerintah atau perangkat desa membuat kegiatan, tapi sebenarnya tidak pernah ada,” ungkap laman Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut.
BACA JUGA: Tiga Desa di Kepulauan Selayar Peroleh Pendampingan untuk Pengembangan Desa Wisata
Selain itu, ICW juga mencatat kasus penggelapan dana desa dilakukan melalui laporan palsu dan pelaksanaan kegiatan tidak sesuai volume atau spesifikasi.
Yang terakhir adalah penggelapan. ICW memberikan contoh salah satu kasus korupsi dana desa dengan modus penggelapan dilakukan oleh Kepala Desa Matang Ulim, Kecamatan Samudera, Kabupaten Aceh Utara tahun 2017.
“Ia menggelapkan dana desa sebesar lebih dari Rp 325 juta. Modusnya, ia memalsu tanda tangan bendahara desa dalam proses pencairannya. Uang dipakai membayar utang dan liburan ke Malaysia,” imbuh ICW.