Kampung Pandai Besi Tajuiya: Riuh Besi Beradu yang Tak Seramai Dulu Lagi

Ahmad Riadi
Aktivitas pandai besi atau papanre bassi di Dusun Tajuiya, Kepulauan Selayar. (Foto: kepulauanselayarkab.go.id/Wiwin Suwandi)
Aktivitas pandai besi atau papanre bassi di Dusun Tajuiya, Kepulauan Selayar. (Foto: kepulauanselayarkab.go.id/Wiwin Suwandi)

BONTOMATENE, Quarta.id- Hari itu Rabu (24/7/2024), sekelompok warga berkumpul pada sebuah rumah panggung, dimana bendera putih terpasang di pagar halaman depan. Di Selayar, itu jadi pertanda yang empunya rumah sedang berkabung.

Daeng Bangun, warga Dusun Tajuiya di Kecamatan Bontomatene, pada hari itu berpulang, meninggalkan seorang istri, dua orang anak serta satu cucu.

Pria berusia 58 tahun tersebut adalah salah seorang “punggaha” atau dalam bahas Indonesia, punggawa pandai besi di Dusun Tajuiya.

BACA JUGA: Masjid Tua Lalang Bata: Jejak Sejarah Masuknya Islam di Kepulauan Selayar

Dusun ini dan Dusun Sariahang yang merupakan hasil pemekaran wilayah, memang dikenal sebagai kampung pandai besi atau oleh masyarakat Selayar disebut papanre bassi, Profesi itu ditekuni oleh sebagian besar warga kampung secara turun temurun.

Para pengrajin pandai besi biasanya menempati rumah pertukangan dengan bentuk sederhana. Kebanyakan terbuat dari bahan kayu dan beratapkan bambu.

Selain punggaha yang berperan sebagai leader, aktivitas pembuatan berbagai macam perkakas dari besi membutuhkan pekerja lain dengan nama patunrung (juru tempa).

BACA JUGA: Napak Tilas Peradaban Kepulauan Selayar pada Ajang Muhibah Budaya Jalur Rempah 2023

Punggaha dan patunrung bersama-sama menempa besi panas dengan palu berukuran besar sampai terbentuk menjadi perkakas atau hasil kerajinan besi yang diinginkan.

Pisau, parang, cangkul, sabit dan segala macam alat pertukangan dan perkebunan di Selayar dan pada beberapa daerah lain di Sulwesi Selatan, hampir pasti merupakan hasil kerja dari para pengrajin besi di Dusun Tajuiya dan Sariahang.

Dulu sebelum ada bantuan mesin pompa, selain punggaha dan patunrung, ada pula tukang pompa atau pahuso dalam bahasa Selayar.

Pahuso bertugas menjaga bara api tetap menyala melalui angin yang dikeluarkan dari pompa berbahan dasar kayu, dimana stik (togkat) pompa yang dipakai juga terbuat dari kayu yang pada ujungnya dipasangi karet.

Agar mudah ditempa menjadi bentuk yang diinginkan, besi harus berada pada kondisi panas dan berwarna kemerah-merahan.

BACA JUGA: Tidak Hanya Bahari, Ini Sederet Spot Wisata Perbukitan di Kepulauan Selayar

Pandai Besi adalah profesi utama masyarakat di dua dusun tersebut sejak era sebelum kemerdekaan hingga hari ini.

Namun zaman berubah, seiring waktu, papanre bassi mulai ditinggalkan oleh generasi pelanjut di kampung yang berjarak 25 km arah utara Kota Benteng, Ibukota Kepulauan Selayar ini.

“Anak-anak (anak muda, red) lebih banyak memilih untuk melanjutkan pendidikan atau merantau ke daerah lain untuk berusaha pada mata pencaharian lain,” tutur Patta Hajji, Kepala Dusun Sariahang kepada Quarta.id, beberapa waktu lalu.

Sementara, para papanre bassi, satu persatu menjemput usia senjanya dan meninggalkan pekerjaan warisan neneka moyang mereka itu.

BACA JUGA: Lagi, Insiden Kebakaran Pada Objek Wisata, Kali ini Terjadi di Bukit Nane Kepulauan Selayar

Daeng Bangun yang hari itu berpulang untuk selama-lamanya, bisa jadi merupakan papanre bassi generasi terakhir pada keluarganya.

Sang anak bungsu berusia 27 tahun yang menjadi anak laki-laki satu-satunya, memilih untuk menekuni pekerjaan berbeda di daerah lain.

Memang masih ada beberapa rumah pertukangan pandai besi yang berdiri, tetapi tentu dengan jumlah yang jauh menurun.

“20 tahun lalu di dua kampung ini (Tajuiya dan Sariahang), masih ada sekitar 20 rumah pandai besi, sekarang yang beroperasi sisa tujuh,” ungkap Daeng Manggappa, salah seorang perangkat pemerintah dusun di Tajuiya kepada Quarta.id, Rabu (23/4/2024).

BACA JUGA: Yuk, Nikmati Keindahan Karang Atol Terbesar Ketiga di Dunia Pada Festival Takabonerate 2023

Konsekuensi logis dari kemajuan peradaban adalah mulai ditinggalkannya profesi turun temurun, apa lagi jika profesi itu tidak beradaptasi pada kemajuan teknologi dan masih mengandalkan keberadaan tenaga manusia yang dominan.

Di Dusun Tajuiya dan Sariahang, papanre bassi tak hanya sekedar profesi, keberadaannya membawa nilai-nilai luhur dan melekat pada masyarakat kampung dan mereka yang melabeli dirinya to silajara (warga selayar)

Merangkai baja atau besi menjadi perkakas, melewati proses pemanasan, membentuknya sesuai pola yang diinginkan, ditempa bersama sekuat tenaga, melahirkan spirit kerja keras, ketekunan, sikap sabar dan tolong menolong.

Suara riuh besi beradu ketika memasuki gerbang kampung di Tajuiya dan Sariahang mungkin tak seramai dulu lagi, bahkan dalam satu atau dua dekade kedepan, profesi ini bisa jadi akan punah, tapi tidak dengan spirit dan nilai-nilai yang melekat didalamnya.

Ikuti Kami :
Posted in

BERITA LAINNYA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WhatsApp-Image-2024-01-11-at-07.35.08