Calon presiden mulai intens menebar janji populis. Dari menaikkan gaji guru menjadi Rp30 juta per bulan, memberi tunjangan bagi ibu hamil Rp6 juta, hingga memberi makan gratis untuk siswa sekolah.
JAKARTA, Quarta.id- Musim kampanye belum juga tiba. Namun, iming-iming janji dari bakal calon presiden dan calon wakil presiden (cawapres dan cawapres) beserta tim pendukungnya mulai berseliweran.
Prabowo Subianto satu di antaranya. Bakal calon presiden dari Koalisi Indonesia Maju ini berjanji memberi makan siang dan minum susu gratis untuk semua siswa di sekolah, pesantren, anak-anak balita, serta bantuan gizi bagi ibu hamil.
BACA JUGA: Prabowo Bangun Koalisi Gemuk, Ini Plus Minus Capres Didukung Banyak Partai
Lain lagi dengan Ganjar Pranowo. Bakal calon presiden dari PDIP ini menyebut gaji ideal seorang guru di Indonesia adalah Rp30 juta. Hal tersebut dilontarkan Ganjar saat diwawancarai di salah satu kanal YouTube baru-baru ini.
Sebelumnya publik juga dihebohkan oleh video berisi pernyataan dari politikus pendukung pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Syaiful Huda, soal BBM yang akan digratiskan jika Cak Imin menang di Pemilu 2024.
Pernyataan tersebut mendapat kritik keras dari banyak pihak karena dinilai mustahil untuk diwujudkan.
BACA JUGA: Kaesang Ketum PSI, Politikus PDIP Ini Puji Alam Ganjar Lebih Punya Kecerdasan dan Militansi
Belakangan, setelah memicu kontroversi, Syaiful yang menjabat Wakil Sekjen Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mengklarifikasi bahwa yang dimaksudnya di video viral tersebut bukanlah BBM gratis.
Maksud sebenarnya adalah PKB ingin mendorong perbaikan skema subsidi BBM karena selama ini banyak kebocoran atau tidak tepat sasaran. Subsidi BBM nantinya hanya untuk pemilik sepeda motor dan angkutan umum saja.
Janji lain PKB selain BBM adalah memberikan tunjangan Rp6 juta kepada setiap ibu hamil selama masa kehamilan agar bayi lahir tidak mengalami stunting.
BACA JUGA: Megawati Diprediksi Baru Akan Umumkan Cawapres Ganjar pada Momen Ini
Janji populis yang dilontarkan para capres dan tim pendukungnya memang bertujuan baik.
Sebagai contoh, program makan dan minum susu gratis bagi siswa penting untuk memperbaiki kualitas generasi. Namun, jika dijalankan, program ini butuh anggaran yang tidak sedikit karena jumlah siswa di Indonesia mencapai puluhan juta.
Quarta.id mengutip Rekapitulasi Data Pokok Pendidikan Nasional Semester 2023/2024 Ganjil, total jumlah siswa di Indonesia per Selasa (26/09/2023) sebanyak 53.118.346 (dapo.kemdikbud.go.id). Mereka tersebar di 436.629 sekolah di seluruh Tanah Air.
BACA JUGA: Polemik Video Azan Ganjar, Pengamat BRIN: Permainan Politik Identitas Rugikan Capres
Kubu Prabowo sendiri memperkirakan anggaran yang dibutuhkan untuk program makan gratis pelajar tersebut mencapai Rp400 triliun per tahun.
Demikian pula soal gaji guru Rp30 juta per bulan yang disinggung Ganjar Pranowo. Dengan jumlah guru di Tanah Air yang mencapai jutaan, akan terjadi pembengkakan anggaran di APBN jika benar-benar ingin diterapkan.
BACA JUGA: Rupanya Ini Alasan SBY Turun Gunung, Ingin Demokrat Sukses Ganda di Pemilu 2024
Dikutip dari dapo.kemdikbud.go.id Selasa (26/09/2024), jumlah guru di Indonesia pada Semester 2023/2024 Ganjil sebanyak 3.351.024 orang.
Dengan jumlah guru sebanyak itu, anggaran yang diperlukan jika guru bergaji Rp30 juta bisa mencapai seratus triliun per bulan.
Narasi Tanpa Riset Mendalam
Janji berupa kenaikan gaji, bantuan gratis, atau barang murah memang akan menarik di telinga bagi sebagian masyarakat, terutama kalangan ekonomi menengah ke bawah.
Elite politik pun tahu betul janji-janji populis seperti itu cukup ampuh untuk menarik simpati dan dukungan pemilih jelang pemilu.
BACA JUGA: Mahfud MD dan Ridwan Kamil Bersaing Jadi Cawapres Ganjar, Siapa Berpeluang? Ini Analisis Pengamat
Pengamat ekonomi yang juga Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah mengatakan, memang sudah jadi ciri politisi untuk menyampaikan hal yang sifatnya populis agar masyarakat senang mendengarnya.
“Masalahnya, seringkali janji itu sulit dilaksanakan. Bisa sih bisa, tapi akan membawa konsekuensi yang berat jika itu dipaksakan,” ujarnya kepada Quarta.id.
Dia mencontohkan janji makan gratis bagi siswa yang butuh biaya sangat besar padahal kemampuan belanja negara terbatas.
Program seperti itu, kata dia, jika dipaksakan terlaksana, akan membawa pada dua konsekuensi; pertama menambah defisit APBN yang juga berarti harus menambah utang, atau kedua, dikuranginya belanja pembangunan dan bantuan sosial.
BACA JUGA: Sah! PKS Restui Muhaimin Jadi Cawapres Anies, Instruksikan Kader Bekerja Total Menangkan AMIN
Lebih jauh dia mengkritik mindset banyak calon pemimpin Indonesia yang selalu menjual isu “gratis” dan “murah” kepada rakyat. Mindset tersebut menurut Piter harus diubah.
Di negara maju, kata dia, barang tidak dijanjikan murah atau gratis kepada rakyat tapi kenyataannya tetap bisa terbeli.
Hal ini yang menurut dia yang perlu dicari strateginya oleh para calon pemimpin bangsa. Itu lebih baik ketimbang berjanji menggratiskan dan memurahkan barang namun faktanya rakyat tetap sulit memperolehnya.
“Kalau murah tapi ternyata tidak terbeli, gratis tapi tidak menyejahterakan, ya buat apa?” ujarnya.
BACA JUGA: Tak Semata buat Menangkan Prabowo, Diduga Ini Misi Utama SBY Turun Gunung
Dia menunjukkan cara mencapai kondisi barang tidak murah dan tidak gratis, tapi tetap bisa dibeli oleh masyarakat.
“Caranya, ya tingkatkan penghasilan rakyat. Bagaimana meningkatkan penghasilan, ya ciptakan peluang kerja, harus buka banyak lapangan kerja,” tandasnya.
Pengamat dari Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Firman Noor, menilai narasi yang dibangun sejumlah capres dan tim pendukungnya membuktikan para politisi Indonesia belum menjalankan demokrasi yang bertanggung jawab.
BACA JUGA: Prabowo Dinilai Tersandera, Koalisinya Rapuh dan Rentan Bubar, Ini Penyebabnya
Dia menyebut narasi-narasi yang dibuat tersebut tidak berdasarkan riset yang mendalam. Para capres menganggap hal itu bukan masalah karena sekadar ingin menarik perhatian.
“Itulah tipologi aktor politik kita, masih asal njeplak saja. Mereka hanya manfaatkan kebebasan berbicara, tapi tidak fokus pada bagaimana membuat agenda berdasarkan pemikiran yang matang,” kata Firman kepada Quarta.id, Selasa (26/09/2023).
Firman membandingkan dengan kenyataan di negara dengan demokrasi yang mapan. Sebelum sebuah pernyataan diungkit ke publik oleh kandidat, termasuk seorang capres, itu sudah didahului dengan kajian dan perencanaan matang. Janji yang disampaikan dipastikan realistis dan bukan hal yang utopis.
“Janji tidak mendadak begitu saja, mereka kaji dulu secara matang. Makanya dari sisi substansi program mereka kuat,” katanya.