Mencintai Satwa Liar Bukan dengan Memiliki, tapi Membiarkan Lepas di Alam Bebas

admin
(Kanan ke kiri) Para pembicara yakni dokter hewan Nur Purba Priambada, selebritas Davina Veronica, aktor film Ramon Y Tungka, dan moderator saat tampil pada talkshow bertema penyelamatan satwa liar di Mal Sarinah, Jakarta, Minggu (10/09/2023). (Foto: Bakti/Quarta.id)
(Kanan ke kiri) Para pembicara yakni dokter hewan Nur Purba Priambada, selebritas Davina Veronica, aktor film Ramon Y Tungka, dan moderator saat tampil pada talkshow bertema penyelamatan satwa liar di Mal Sarinah, Jakarta, Minggu (10/09/2023). (Foto: Bakti/Quarta.id)

JAKARTA-Quara.id-  Memelihara satwa liar bukan kebiasaan baik karena akan memberi dampak buruk pada kehidupan hewan. Mencintai satwa liar tidak harus diwujudkan dengan cara memilikinya.  Cara terbaik justru dengan membiarkannya hidup lepas di alam bebas.

Selebritas yang juga aktivis perlindungan hewan Davina Veronica mengingatkan, manusia punya kelebihan berpikir, berbicara, dan mengntrol diri, sehingga seharusnya sadar untuk tidak perlu dekat-dekat dengan kehidupan satwa liar.

Dia mengingatkan manusia agar tidak perlu melakukan domestikasi terhadap satwa liar.

“Tidak usah dekat-dekat bukan karena ngeri atau jijik, bukan itu. Tapi karena peran satwa liar  memang berbeda, mereka itu tempatnya di alam liar, alam bebas. Mereka perlu di sana untuk memainkan peranannya. Jadi, ya tidak perlu mendomestikasi mereka,” katanya saat jadi pembicara talkshow bertema Aksi Generasi Muda dalam Pelestarian Satwa Liar di Indonesia yang digelar Belantara Foundation, di Mal Sarinah Jakarta, Minggu (10/09/2023).

Davina juga mengungkap ancaman bahaya jika manusia berinteraksi dengan satwa liar. Dia mencontohkan nasib sejumlah orang utan di Kalimantan yang saat ini menderita penyakit TBC yang ditularkan manusia.

Menurutnya, orang utan punya DNA yang 97% sama dengan manusia sehingga mudah menularkan penyakit ke mereka.

BACA JUGA: 

Orang utan yang terinfeksi TBC dari manusia tidak bisa menyembuhkan dirinya sendiri. Akibatnya dia akan selamanya berada di pusat rehabilitasi karena ketika di alam bebas dia rentan menularkan ke yang lain.

Dia juga mengakui ada tantangan besar dalam upaya melindungi satwa liar karena mereka yang memelihara di rumah termasuk publik figur yang punya banyak pengikut.

Bahayanya adalah para pengikut bisa saja terobesesi untuk melakukan hal yang sama. Akibatnya, itu bisa memicu praktik jual beli satwa liar di pasar semakin marak dan lama-lama seolah menjadi hal yang biasa.

“Jangan menormalisasi aktivitas ini, memelihara satwa liar itu jangan sampai dianggap hal yang normal,” tegasnya.

Aktor film yang juga aktivis lingkungan Ramon Y Tungka juga mengungkap hal senada. Meski ada orang yang memelihara satwa liar dengan alasan melindungi, namun kebiasaan tersebut justru memberikan ancaman bahaya karena menyangkut rantai makanan hewan yang terputus.

“Satu saja predator kita comot, apakah enggak berpengaruh pada rantai makanan yang ada di hutan? Benih-benih yang harusnya disebar oleh peran terbaik orang hutan lalu itu jadi hilang,” ujarnya pada talkshow yang sama.

Bahkan, kata Ramon,  bahaya tidak hanya mengancam hewan tapi juga manusia yang memeliharanya karena berpotensi memunculkan zoonosis atau penyakit yang berasal dari hewan lalu menular ke manusia.

“Bukan zoonosis lagi, tapi bisa muncul pendemi lagi kalau ada satu rantai makanan yang tidak balance,” katanya mengingatkan.

Ramon mengharapkan upaya perlindungan satwa liar menjadi gerakan semua pihak. Ketika makin banyak orang yang berbicara pada akhirnya akan muncul sebuah regulasi yang kuat.

Dari sisi aturan yang dibuat pemerintah, memang beberapa hewan dikatakan legal untuk dipelihara tapi dia mengingatkan bahwa itu harus melalui beberapa kurasi, harus ada syarat bahwa itu  turunan generasi ke sekian dari penangkaran.

Kepala Divisi Profesi Asosiasi Dokter Hewan Satwa Liar, Akuatik, dan Hewan Eksotik Indonesia (ASLIQEWAN), Nur Purba Priambada juga mengingatkan bahaya penyakit akibat kebiasaan memelihara satwa liar.

Penularan bisa terjadi akibat manusia dicakar, terkontaminasi lewat air liur, darah, urine, atau feses, Bahkan, agen penyakit yang menempel di tubuh satwa liar bisa menular lewat udara.  Contoh penyakit zoonosis yang berbahaya tersebut adalah TBC, hepatitis, rabies, hingga HIV.

“Ada yang bilang 60% penyakit menular di manusia itu bersifat zooonisis.  HIV sendiri hasil mutasi dari penyakit zoonosis, lalu antrax, SARS, bahkan Covid-19 diduga juga penyakit zoonosis,” ujarnya pada talkshow yang sama.

Talkshow tentang penyelematan satwa liar digelar Belantara Foundation di sela-sela kegiatan bertajuk Pameran Konservasi Indonesia Maju: Konservasi untuk Kini dan Masa Depan Generasi pada 9-10 September 2023 di Mal Sarinah, Jakarta.

Pameran ini merupakan puncak acara dari rangkaian kegiatan Muda Mudi Konservasi, yang meliputi kontes foto di backdrop bergambar satwa liar kharismatik dan tumbuhan terancam punah di Indonesia pada 8-17 Agustus 2023 serta kuliah umum bertemakan Konservasi Biodiversitas dan Satwa Liar di Indonesia pada 10 Agustus 2023 di Universitas Pakuan.

Direktur Eksekutif Belantara Foundation, Dolly Priatna mengatakan, Muda Mudi Konservasi merupakan gerakan yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman publik khususnya generasi muda akan pentingnya pelestarian keanekaragaman hayati dan satwa liar beserta habitatnya di Indonesia.

Ikuti Kami :
Posted in

BERITA LAINNYA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WhatsApp-Image-2024-01-11-at-07.35.08